Yua Masaomi

Image and video hosting by TinyPic


Visualization: Fuko Ibuki - Clannad
Forum: "Nabari no Ou" Indo RPF
Job: Banten Ninja

Jumat, 24 September 2010

Hey Girlie, Wassup? *wink*

Timeline: 22 September 2010 | 02.00 PM
Location: Okonomiyaki Taibanten, Distrik 01
Thread Strater: Reed
Original RolePlay: [Full] Hey girlie, wassup? *wink*
____________________________________________________________

Kruyuuuukk!!!

Oh, yeah, Yua beneran lapar sekarang. Tadi dia lupa bawa bekal ditambah masih harus mengerjakan tugas hukuman karena ketiduran waktu jam matematika tadi dan terpaksa melewati waktu makan siang yang berharga. Bersyukurlah dia tidak ambruk dengan badan kurus kering karena belum makan siang porsi jumbo –berhadapan dengan matematika itu menguras tenaga dan membuat perut jadi lebih lapang dari biasanya tahu!

Sosok figur dengan surai hitam pudar dan ikatan gantung di ujungnya terlihat berjalan santai, menyelusuri jalanan ke arah rumahnya sendiri. Errr... ya, memang masih belum jam pulang, sih. Tapi sekarang jamnya pelajarang Fisika, ngitung lagi dan makin pusing, aaaakh, tidak lagiii!!! Yua bisa mati sekarang, Kami-sama! Yua harus memaksakan diri menggeluti bidang itung-itungan melebihi kapasitas waktu normal, otaknya ogah menerima, no thanks. Dia belum makan, dan sekarang sudah harus mengahadapi bidang yang lebih gila lagi, fisika. Sedikit lagi di akan menuju nirwana sana dengan tidak tenang, tiap malam gentayangan setiap jam matematika dan fisika nantinya.

Ok, stop meracaunya, Yua!

Tinggal sedikit lagi sampai rumah, langkah kakinya memelan, kemudian berhenti secara teratur. Sang iris hazel memandang ke arah bangunan lain yang berada tepat di sebelah rumahnya. Rumah sang sahabat yang juga mendirikan kedai okonomiyaki. Berganti haluan, tubuhnya malah kini menuju kedai itu. Tujuannya? Ya, makan lah! Mana mungkin menemui cowok yang sudah dipastikan masih ada di sekolah itu. Lagipula, lebih enak makan di sini daripada masak sendiri, betul?

"Tadaaaa!!! Yua dataaaang!!!" Lengkingan si gadis mungil langsung menusuk tempat itu seketika tepat saat sang dara membuka pintu. Kurang ajar? Ah, sudah biasa, kok. Semoga saja yang punya kedai nggak ngusir Yua karena tindakannya yang sering seenaknya tanpa disadari oleh yang bersangkutan.

Langsung saja sosok itu dengan gesit duduk di bangku yang masih kosong, sesaat sebelum ada orang lain yang mendudukinya. Terkadang punya badan super kecil begini ada untungnya juga, ehe...

Kedua sikunya di atas meja, menumpu kepala si gadis. Pipinya yang tembem mengembung, jadi kelihatan bulat. Tidak, dia sedang tidak emosi, kok. Hanya reaksi spontan karena menunggu. Padahal baru beberapa detik, tapi rasanya lama sekali menunggunya. Heu, nggak sabar, niih!!

Sembari menunggu, irisnya menyelusuri setiap sudut kedai. Ternyata, banyak juga yang bolos, yah? Kebanyakan cewek-cewek pula. Eh, ada yang cowok juga, sih. Di pojokan itu, lho. Rambutnya pirang bersama tiga cewek yang sepertinya bukan figur yang menyenangkan.

Hoe... Mereka ngapain, sih?

Sabtu, 18 September 2010

One Day in the School

Timeline: 12 September 06.30 AM
Location: Distrik 01
Thread Starter: Jun Kurokami
Original RolePlay: [FRP] One Day in the School
____________________________________________________________

Yu-chan sayang, aku harus kembali bertugas. Do’akan semoga aku bisa pulang dengan selamat lagi. Jadi minggu depan kita bisa main lagi, ya.

Dari Kakak Kesayanganmu,
HAZUKI


P.S: Maaf, aku tidak membangunkanmu. Wajahmu manis sekali ketika tidur, sih. Kuharap kau tidak terlambat sekolah, sayang.


What the…???!!

“KAKAAAAAAAAAAAAAKKK!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”


Matahari sudah tinggi dan kakak tersayang tidak membangunkan sama sekali. Ya iyalah nggak dibangunin! Orang cowok itu sudah kembali bertugas dan hanya meninggalkan secarik surat nggak penting ini. Kakak sialan! SIALAAANN!!!

Dengan kondisi yang masih naujubilah mengenaskan luar biasa karena baru bangun tidur, Yua harus pontang-panting karena melihat kondisi matahari yang menunjukkan bahwa sebentar lagi denting waktu sekolah kan berbunyi, bahkan Yua tak sempat untuk melirik jam. Karena tindakan kakak tersayang yang kurang ajar minta ditimpuk itu, Yua sampai harus mengorbankan batok kepalanya terantuk pintu kamar mandi karena terburu-buru dan sukses terpeleset. Uuukhhh!! Pokoknya ini semua salah kakak, titik! Nggak pake koma!

Keluar dari rumah, terlihat si gadis mungil yang sebenarnya sudah rapi tapi tetap terkesan awut-awutan karena dikejar waktu, ditambah ada kain kasa dan plester di dahi, semakin membuat penampilan Yua tambah tidak jelas. Bahkan dia sampai tidak sempat membuat roti bakar untuk sarapan. Hanya berbekal sebotol susu 1 liter, dia berlari begitu saja. Di sebelah rumahnya, tidak ada tanda-tanda si cowok pemilik resto Okonomiyaki itu, Jun Kurokami, entah sudah duluan atau malah telat.

Ohayo!” Ujar Yua, memberi salam pada gadis yang baru saja dilewatinya. Siapa? Nggak tahu. Tapi yang pasti dia satu sekolah dengan Yua ‘kan? Cepat atau lambat juga akan jadi teman Yua, dong –walau sebagai senpai atau teman sebaya, pokoknya Yua menganggap murid satu sekolah itu teman Yua semua!

Iris Yua seketika itu juga menangkap figur yang masih berdiri nan santai tanpa beban. Siapa yang tidak langsung mengenal cowok bersurai hitam pekat dengan badan kurus luar biasa –seperti tinggal tulang di badan *cough*.

Yua semakin mempercepat larinya, menggunakan tangan kirinya untuk melambai. Syukurlah, dia tidak sendirian, walau sebel karena keduluan. Sebuah senyum lebar khas bocah terpampang di wajah tembem gadis pendek itu bersamaan dengan sebuah sapaan –atau lebih tepatnya lengkingan histeris, “JUN-CHAAAAAAAAAANN!!!!!!!”
____________________________________________________________

"Kasho Mokukoku."

“Eh?”

DHUAAAR!!

“KYAAAA!!!”

Belum sepenuhnya mencerna apa yang diucapkan Jun tadi, tebaran kertas dalam sekejap ada di sekitar mereka. Yua bahkan baru menyadarinya ketika kertas-kertas itu mulai meledak, menjadi serpihan kertas yang lebih kecil. Ya, Jun Kurokami, pemuda yang kini ada dihadapan Yua ini, malah menyambutnya dengan menggunakan jurus ledakan kertas. Pintar sekali!

Memang efeknya tidak berbahaya, tapi cukup mengagetkan. Sukses membuat dahi Yua yang terluka tadi merasakan nyeri akibat terkena tekanan dari ledakan tersebut, “Adudududuh…” Kedua tangannya menutupi dahi yang tertutupi kain kasa dengan baik, menahan rasa sakit yang sebenarnya tidak terlalu seberapa.

Jun-chan wa baka!!” Jerit Yua jengkel, secara spontan menimpuk pemuda itu dengan tas yang masih dipegangnya, cukup berat karena berisi kamus kanji yang sangat tebal. Kondisi abnormal macam ini sebenarnya sudah merupakan hal biasa. Paling hanya kesal, dan dalam hitungan detik, Yua bisa kelihatan tertawa-tawa lagi seolah-olah tindakan Jun itu tidak pernah terjadi. Harusnya begitu andai saja mood Yua hari ini sedang tidak terlalu buruk karena kesialan bertubi-tubi pagi ini –ditinggal Nii-chan, nyaris telat, kejedug di kamar mandi, dan sekarang kena jurus ledakan kertas. Entah apalagi yang menyusul setelah ini.

"Kagura-sama, Anda tidak apa-apa 'kan?" Samar terdengar di telinga Yua suara milik gadis yang dilewatinya tadi, dia agak mengenalnya setelah sebelumnya salamnya dibalas walau sang dara tidak terlalu memperhatikan. Yua langsung bergidik, was-was jangan-jangan tindakan Jun ini berdampak pada orang lain. Mampus!

Yua menoleh sekilas, sebentar saja. Tidak berani dia melihat lama-lama. Dan apa yang dia lihat tadi? Oh, Kami-sama, lindungi hambamu yang masih terlalu muda dan polos ini, jangan dibawa ke nirwana sana dulu!! Gadis itu sudah tidak sendirian, ada figur lain lagi, membawa kunai, cukup menjelaskan bahwa dia ninja juga.

“Jun-chan, bisakah kau lebih normal sedikit untuk memberi salam, eh?” Ujar Yua sangat pelan –sebisa mungkin hanya Jun yang mendengar, dan penuh penekanan. Dia tahu kok itu bukan salam, entah apa salahnya sampai pemuda seolah berniat menghindarinya –Yua bukan virus yang harus dihindari, kok. Tapi, sekali-kali, tak ada salahnya bertindak lebih normal bukan? Kedua pipinya menggembung, tanda si gadis menunjukkan kebeteannya yang begitu kekanakan, tapi menjelaskan dengan jelas yang yang dia ekspresikan saat ini.

Sekilas dia menoleh lagi pada kedua gadis itu, meringis, bingung harus berhadapan seperti apa. Namun setelah itu dia langsung membelakangi lagi, terlalu takut untuk melakukan kontak mata.

__________________________________________________________

Glutuk...

Yua merasa kakinya menyentuh sesuatu, benda dengan suara nyaring ketita bersinggungan. Irisnya melirik ke bawah dan–

"AAAAHH, NGGAK MUNGKIN!!!"

–histeris dengan wajah pucat pasi. Irisnya melihat dengan jelas, botol susu yang dia bawa tadi, yang isinya tinggal sangat sedikit dan akan dia nikmati pelan-pelan sepanjang perjalanan ke sekolah, tergolek pasrah begitu saja di aspal jalan, bersama dengan isinya yang sudah tumpah tak bersisa. Yak, bencana berantai masih saling berkait, kini menimpa nasib botol susu tak berdosa itu. Nasiiiib!!! Hiks...

"Adik kecil, kau tidak apa-apa?" Yua terlonjak kaget begitu ada suara di dekat telinganya, terpaksa mengenhitakan meratapi nasib dan membalik ke arah sumber suara. Wanita dengan surai cokleat pembawa kunai –yang sekarang sepertinya sudah disembunyikan kembali– tahu-tahu saja ada di dekatnya. Euh, mungkin sebenarnya Yua yang tidak sadar karena terlalu konsen dengan pikiran 'Betapa malangku diriku, malangnya... malangnya...'

Ok, dia terlalu berlebihan, akuilah itu.

"Ti, tidak apa-apa, kok," Si pipi tembem meringis, salah tingkah. Maklum saja, dia masih berdebar-debar karena masalah senjata yang dibawa wanita itu. Bahasa kerennya, negative thinking. Bisa saja 'kan suaranya yang halus itu ternyata cuma tipuan? Jadi, misalnya emreka lengah, nanti ditikam dari belakang, bahkan lebih buruk lagi –sebenarnya lebih meyakinkan kalau Jun yang diserang, sih, orang dia yang cari gara-gara duluan, huh!

"A-Ano .. kamu terluka ya?" Lho, gadis rambut pirang tadi ternyata datang juga. Yua malah ajdi salah tingkah. Habisnya, kok rasanya gara-gara keusilan tetangganya itu, jadi ribet begini. Atau Yua yang kelewatan berpikir begitu?

"Eh, luka ini? Ini luka waktu di rumah tadi. Tenang saja, nanti juga sembuh,"

Masih nyengir bodoh, pipinya tiba-tiba ditepuk. Membuat gadis ini terpaksa membalikkan badan, kembali menghadap ke arah Jun, "Apaan, sih?! Terus mau kupanggil apa? Junicchi, eh? Emang nona peri itu siapa, sih?!" Omel Yua. Ya iyalah ngomel, tiba-tiba saja pipinya ditarik begitu. Lagipula, Yua nggak merasa salah apa-apa sama Jun, kok!

Setelah pipinya ditarik-tarik, Yua langsung memegangi organnya yang paling tembem itu sembari menggerutu. Sempat ada keheningan tercipta, tapi Yua tidak terlalu memperhatikan. Dia kelewatan sibuk dengan gerutuan sebal dan menunggu pipinya yang sekarang agak panas kembali semula.

"Ayo, kita berangkat," Tiba-tiba saja tangannya ditarik. Suara Jun terdengar dingin seperti biasa, tapi baru kali ini tangan Yua dicengkram, apalagi sampai digeret –biasanya Yua sih yang melakukan hal ini.

"Jun-chan, apa-apaan, sih! Sakit, nih tiba-tiba kamu tarik!"

"Tidak, jangan berkata hal itu kepadaku,"

Yua tercekat, memandang ke arah pemuda tenang tersebut. Menyusul dia turut gerakannya terhenti. Dipandangnya Jun dengan heran. Perlahan tangannya dilepas. Yua bisa bila melihatnya, Jun tidak bermaksud bicara padanya, telinganya tertutup, matanya tertutup, "Jun-chan?"

Apa yang kau dengar?

"Jun-chan!" Yua mulai was-was. Ada yang aneh sekarang. Tak heran jika suara lengkingannya kini lebih bermakna kekhawatiran daripada kesal dan semacamnya, "Kamu kenapa?"

__________________________________________________________

Kedua iris hazel Yua memandang ke arah Jun dengan seksama, menatap dengan serius dan terbesit rasa heran. Gelengan kepala, kemudian berjalan seperti biasa, tidak berhenti dengan acuhnya. Dalam waktu beberapa detik saja, pemuda itu mulai nampak 'normal' di mata Yua. Malah membuat gadis mungil ini penasaran menjadi-jadi.

"Nee... Jun-chan, apa ada yang salah?" Sepasang tungkai milik dara tiga belas tahun ini bergerak agak cepat, menyusul Jun. Suara sopran tinggi khas anak-anak menghiasi perjalanannya hingga menuju sekolah.

Namun setiap getaran pita suara hanya bergerak percuma sia-sia. Karena sebelum menemukan apa yang diinginkan, jawaban yang seharusnya ditemukan, zona sekolah menjadi dinding penghalang rasa ingin tahu Yua.

Wajahnya agak merengut ketika menangkap sosok bangunan yang menjadi tujuan utamanya. Namun menjurus kemudian, sebuah senyum lebar mengembang, menatap ke arah Jun.

"Ja matta nee~ Nanti kita makan siang bareng, yah?"

Tanpa menunggu respon, Yua langsung berlari memasuki gedung. Yah, pertanyaannya, Yua simpan untuk nanti saja.

* * *

Banten Gakuen, 06.45 AM,

"Ng? Hng!!!" Secara spontan Yua bersiap seperti mau meringkuk seolah menahan sesuatu. Kapas maupun plester di dahinya sudah dilepas, memperlihatkan luka yang kini diselimuti sesuatu entah apa itu. Ya, sekilas walaupun cepat dan Yua tidak sempat sadari tadi, gadis berambut pirang tadi menyerahkan beda itu. Katanya suruh diolesi, semacam obat mungkin?

Rasanya agak aneh di dahi. Ehum... seperti... apa, ya... yah, pokoknya aneh, deh! Seperti ada benda asing tak dikenali menyentuh dahi. Untung saja di dalam toilet tidak ada yang masuk. Entah apa reaksi siswi yang melihat tindakan Yua sejak tadi —memeriksa dengan gaya a la detektif pake kaca pembesar segala, persiapan mengoles saja entah pakai ritual aneh-aneh karena bimbang harus pakai atau tidak, terus sekarang begitu memakai, posenya nggak kalah anehnya karena seperti menahan entah apa itu. Ah, ngomong-ngomong, Yua belum sempat berterima kasih pada gadis itu atas obatnya.

Keluar dari toilet, nampaknya Kami-sama baik sekali~ Karena setelah kesiala bertubi-tubi, kini berganti keinginannya terwujud, mau berterima kasih pada gadis tadi. Memang hanya terlihat dari belakang, tapi Yua yakin gadis itu yang memberi obat pada Yua tadi!

"Eh, oi—"


BRUUUK!


"Are?!" Matanya terbelalak, gerakannya seketika itu juga berhenti, seperti di-pause selama beberapa detik. Tapi setelah itu langsung berlari ke arah si gadis surai pirang itu dengan panik.

"Waaaa!! Kau tidak apa-apa??" Memandang si gadis dengan ekspresi cemas, tangannya terulur bermaksud menolong sosok itu berdiri.

About Her
























# Nama Lengkap: Yua Masaomi
# Nama Panggilan: Yua-san, Yu-chan, Masaomi-san, Masa-chan
# Gender: Female
# Usia: 13
# Tanggal lahir: 21 Februari
# Tinggi/Berat: 137 cm / 33 kg

# Status: Single

# Personality: Sensitif, childish, ekspresif, ambisius dan penuh rasa antusias.
# Kelebihan: Mandiri, ringan tangan, lincah, semangat belajar tinggi.
# Kelemahan: Sembrono, mudah ngambek, emosi labil, lemah terhadap "serangan" mendadak –tidak dalam arti sebenarnya, selalu kalah kalau adu mulut (tapi tidak pernah mau mengakui).

# Job: Banten Ninja

# Background Story:
Lahir dan besar di daerah Banten sebagai anak bungsu keluarga Masaomi. Sejak kecil sering dimanja oleh ayah maupun kakaknya, namun tidak lantas membuat Yua terlena. Apalagi pengaruh luar (tentang anggapan orang-orang mengenai reputasi keluarga Masaomi) tidak kalah besar pengaruhnya daripada pengaruh dalam keluarganya sendiri, membuat Yua berjuang untuk menjadi ninja yang kuat, bahkan kalau bisa melebihi teman-teman seangkatannya.

Memiliki keinginan untuk mendapatkan Shinra Basho walau tidak tahu bagaimana wujudnya. Dia hanya tahu bahwa Shinra Basho bisa mewujudkan keinginan apapun bahkan yang mustahil sekalipun. Alasan kenapa dia begitu besi keras ingin mendapatkan Shinra Basho adalah untuk menjadikan keluarganya utuh kembali –membuat ayah dan ibunya bisa hidup lagi. Itulah yang menjadi pemicu semangatnya berlatih menjadi ninja yang hebat.

# Relasi:
- [Alm] Keichi Masaomi: Ayah kandung Yua. Sangat menyayangi Yua dan juga memanjakannya. Tewas saat menjalankan tugas ketika Yua berusia 3 tahun.

- [Alm] Emi Masaomi / Fubuki: Ibu kandung Yua. Meninggal ketika melahirkan Yua. Terkadang Yua merasa menyesal dilahirkan di dunia ini karena membuat ibunya kini tiada.

- Hazuki Masaomi: Kakak laki-laki Yua. Orang yang sehari-harinya slengean dan santai, namun merupakan sosok ninja yang kuat dan terlatih. Sering kena jitakan sang ayah saat masih hidup kalau Yua dijadikan obyek keusilannya. Sebagai anggota keluarga satu-satunya bagi Yua, dia sangat dekat dengan adiknya. Namun akhir-akhir ini terlalu sibuk menjalankan tugas yang mengharuskan Hazuki jarang pulang.